Jumlah masyarakat yang semakin banyak menjadikan semua keperluan-keperluan yang biasa dibutuhkan turut bertambah. Salah satu dari keperluan tersebut adalah keperluan akan tempat tinggal, baik berupa bahan bangunan yaitu kayu-kayu maupun lahan. Banyaknya jumlah masyarakat tentu berdampak pada jumlah tempat tinggal yang harus menyeimbangkan terhadap jumlah masyarakat. Oleh karena itu, terjadilah eksplorasi-eksplorasi hutan-hutan untuk digunakan dalam hal tersebut. Disisi lain pemerintah menginginkan untuk memelihara hutan-hutan yang ada. Namun, dalam upaya memelihara, digunakan bentuk-bentuk kekerasan yang mengakibatkan konflik yang berkepanjangan.
Masyarakat yang semakin bertambah sekarang ini tidak dapat dihindari. Keperluan mereka akan tempat tinggal juga semakin bertambah. Akibatnya, terjadilah pengalihan fungsi-fungsi hutan menjadi tempat-tempat tinggal yang sekarang masih menjadi kontroversi. Kontroversi yang terjadi bukan hanya terjadi pada saat wacana pengalihan fungsi-fungsi hutan menjadi tempat-tempat tinggal tetapi juga pada upaya-upaya untuk memelihara sumber daya hutan. Kontroversi yang terjadi tersebut disebabkan karena penggunaan kekerasan dalam melindungi hutan. Kekerasan yang terjadi adalah berupa penembakan sehingga sering menimbulkan luka-luka parah bahkan kematian. Padahal, orang yang ditembaki tersebut belum tentu ingin menebang hutan tetapi para penjaga hutan tetap melakukan hal demikian.
Kekerasan yang terjadi telah menimbulkan luka-luka sedangkan yang lainnya tewas. Korban yang mengalami luka-luka adalah sebesar 70% sedangkan yang mengalami kematian mencapai 30%. Hal itu mendasari bahwa tidak adanya junjungan yang tinggi terhadap hak asasi manusia yaitu hak untuk hidup. Walaupun hukum sudah berlaku tetapi masih saja tetap terjadi hal seperti itu. Kejadian ini menambah deretan panjang pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh aparat negara dalam upaya menyelesaikan konflik berbasis sumber daya hutan. Masyarakat sekitar hutan yang mencoba memanfaatkan sumberdaya hutan distigma sebagai pencuri atau penjarah atau perusak aset negara. Ironisnya ketika polisi hutan berhasil mengambil paksa nyawa masyarakat, imbalannya dinaikkan pangkat oleh atasanya.
Pengelolaan hutan oleh penjaga hutan dalam prakteknya selalu berujung pada konflik yang tak terselesaikan. Keberadaan hutan sekarang sudah tidak lagi bisa dimanfaatkan seluruhnya oleh masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan. Kondisi ini terus berlanjut dikarenakan negara memberikan kuasa penuh atas penguasaan dan pengelolaan hutan kepada Perum Perhutani, hal ini mengakibatkan akses masyarakat sekitar hutan terhadap sumberdaya hutan semakin tertutup. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah sebagai berikut,
1. Menghentikan segala bentuk kekerasan karena bertentangan dengan hak asasi manusia.
2. Melakukan proses hukum terhadap oknum yang terlibat dalam kasus penembakan dan penganiayaan yang mengakibatkan korban luka ataupun meninggal.
3. Mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang diduga dilakukan oleh oknum perhutani.
4. Memberikan perlindungan terhadap masyarakat sekitar hutan dan memberikan kompensasi kepada korban pelanggaran hak asasi manusia yang ditinggalkan.
5. Merealisasikan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) sejati karena dipandang sebagi solusi terbaik untuk mengatasi konflik sumberdaya hutan.
Usaha-usaha untuk memelihara sumber daya hutan memang baik untuk dilakukan. Namun, dalam melakukan usaha pemeliharaan tersebut, terkadang tidak memerhatikan hak asasi manusia. Seperti digunakannya kekerasan yaitu penembakan dalam menjaga hutan yang telah banyak memakan korban. Tentu hal tersebut tidak baik. Untuk itu diperlukan adanya kesadaran akan HAM dan penegakkan program sejati untuk perlindungan hutan.
0 komentar:
Posting Komentar